Jumat, 02 September 2011

A V E R U S Y - A D A: P E N D I D I K A N

A V E R U S Y - A D A: P E N D I D I K A N: Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang . Matematika juga dapat didefinisikan ...

UNTUK GURU

Mendidik Guru di Jepang

In Manajemen Sekolah on Desember 21, 2006 at 12:37 pm Dua Selasa berturut-turut, 12 dan 19 Desember 2006, kelas PDP seminar kami membahas profesionalisme guru diJepang, sehubungan dengan adanya kebijakan baru pemerintah untuk merenew lisensi mengajar paraguru se-Jepang.
Guru-guru di Jepang adalah lulusan Perguruan Tinggi, berlatar belakang pendidikan, sosial, bidang sains, IT, engineering, dll yang telah menamatkan pendidikan S1. Bagi calon guru yang bukan berlatar belakang fakultas pendidikan, perlu mengambil beberapa mata kuliah yang terkait dengan pendidikan, misalnya Konstitusi Pendidikan Jepang, Psikologi Mengajar, Teknik Mengajar, dll, supaya dapat memperoleh lisensi guru.
Dengan meningkatnya kasus bullying (ijime) , bunuh diri dan DO di sekolah-2, kepercayaan kepada guru merosot tajam. Kementrian pendidikan (MEXT) bahkan mengadakan survey dan evaluasi terhadap guru-guru yang tidak punya kapabilitas memadai sebagai pengajar dan pendidik. Sebagian besar guru non professional tersebut adalah guru-guru senior, sekitar 40-50 tahun ke atas. Masyarakat Jepang sangat kental dengan pengkategorian senior yunior-nya, termasuk juga di kalangan para guru. Guru-guru yunior adalah yang berumur 20-30 tahun-an.
Karena tingginya angka ketidakprofesionalan di kalangan guru senior, maka dirancanglah sebuah kebijakan yang bermaksud memperbaiki ketidakmampuan tersebut. Kebijakan yang dikenal sebagai `shinmenkyou seido` (new license system) mewajibkan guru untuk mengikuti sejumlah training yang diadakan dan dibiayai oleh MEXT atau The Board of Education di tingkat daerah setiap 10 tahun sekali. Kebijakan ini tentu saja menuai protes keras dari kalangan guru. Pertama karena selama ini mereka toh sudah mengikuti banyak training, kedua mereka harus meninggalkan sekolah untuk pergi ke universitas terkait dan belajar di sana, ketiga, MEXT terlalu dini menyalahkan guru atas kasus kriminal di sekolah, dan lupa meminta pertanggungjwaban orang tua dan keluarga dalam masalah pendidikan.
Salah satu kebijakan lain yang berkaitan dengan profesionalisme guru adalah keinginan pemerintah Jepang untuk membuat semakin bnayak guru memiliki Master Degree. Saat ini terdapat 1.4% guru SD bergelar Master, 2.7% guru SMP , dan 10.6% guru SMA memiliki gelar Master.
Program-program baru dibuka di Universitas untuk memfasilitasi rencana ini, dengan membuka kelas malam yang memungkinkan para guru untuk tetap aktif mengajar di sekolah masing-masing dan juga berkesempatan untuk mengikuti perkuliahan di universitas. Beberapa guru dikirim atas biaya pemerintah daerah, namun sebagian besar guru belajar atas inisisatif pribadi.
Menurut saya kebijakan shinmenkyou tidak perlu ada jika training guru berjalan dengan prosedur yang benar dan pengontrolan kinerja guru juga berjalan baik. Sebagaimana profesional lainnya seperti dokter, hakim, konsultan, pegawai kantor tidak pernah diminta lisensi baru, maka guru pun selayaknya tidak dimintai lisensi yang baru. Lisensi hanya diperlukan untuk barang/produk, sedangkan profesi atau guru tidak manusiawi jika dia harus dilisensi ulang/ditera ulang.
Pengalaman guru mengajar dan bergaul dengan anak sepanjang masa kerjanya sudah merupakan modal berharga untuk mengasah kemampuan mendidiknya. Guru yang berpengalaman bahkan lebih pandai menarik hati anak daripada guru muda. Namun kehidupan sosial masyarakat yang berubah drastis secara cepatlah yang membuat kehidupan anak sekarang berbeda dengan anak-anak di masa dulu. Apa yang diajarkan guru di sekolah belum tentu anak sesuai dnegan apa yang dilihatnya di rumahnya atau di lingkungannya.
Profesionalisme guru menurut saya ada dua, profesional dalam pelajaran yang diajarkannya dan profesional dalam kemampuannya mengasuh, mendidik anak di sekolah, yang meliputi pengembangan badan, otak dan hatinya. Profesionalisme teknik pengajaran, ilmu-ilmu baru yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya perlu diperdalam di fakultas tertentu yang sesuai. Sedangkan profesonalisme sebagai pembina, pengasuh, pendidik akan lebih bermakna jika mereka diajarkan psikologi anak, yang selama ini hanya menjadi mata pelajaran wajib bagi mahasiswa jurusan psikologi yang kemungkinan besar lusannya tidak akan menjadi guru tetapi kebanyakan akan mencari pekerjaan yang lain.
Tapi apa mau dikata, guru yang dulu sangat dihormati dalam strata masyarakat Jepang, kini sudah setara dengan barang yang harus ditera ulang. Ditambah lagi dengan potongan gaji guru dan sistem teacher appraisal yang kemungkinan akan mengurangi pendapatan seorang guru. Akibatnya makin sedikit orang muda yang ingin menjadi guru di Jepang saat ini…..

SUMBER dari : http://murniramli.wordpress.com/2006/12/21/mendidik-guru-di-jepang/